Selasa, 22 Desember 2015
Menembus Ruang dan Waktu
Berdasarkan perkuliahan Filsafat Pendidikan Matematika
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Waktu : 4 November 2015
Prodi : Pendidikan Matematika S1 UNY
Perkuliahan diawali dengan tes jawab singkat. Tema tes jawab singkat pada pertemuan tersebut adalah “Menembus Ruang dan Waktu”. Semua soal dalam tes tersebut berkaitan dengan struktur filsafat yang terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu material, formal, normatif, dan spiritual.
Setelah tes jawab, Prof. Marsigit menjelaskan beberapa
jawaban terkait dengan pertanyaan yang diberikan pada tes
jawab singkat. Penjelasan diberikan secara acak dari 50 pertanyaan yang
diberikan, yakni:
- Analitiknya material adalah material. Analitik adalah logika pikir. Ketika diterapkan pada benda-benda, maka analitik tersebut menyangkut banyaknya benda. Benda yang dipikirkan yang dapat dihitung atau dijumlah.
- Analitiknya formal adalah formal. Formal adalah aturan, maka dapat dikatakan bahwa analitiknya formal adalah banyaknya aturan.
- Analitiknya normatif adalah analitik, karena analitik itu adalah istilah normatif. Misalnya, filsafat itu adalah normatif, ilmu itu normatif.
- Analitiknya spiritual adalah analitik. Oleh karena analitik adalah logika, berarti analitik spiritual adalah logika Tuhan.
- Sintetiknya material, sintetik merupakan interaksi antara benda, berarti sintetiknya material adalah campuran benda.
- Sintetiknya formal, formal merupakan aturan, maka sintetiknya yaitu gabungan peraturan atau hukum.
- Sintetiknya normatif adalah normatif.
- Sintetiknya spiritual adalah produk dari spiritualitas itu sendiri, yaitu pahala.
- A priori material, a priori adalah pikiran, maka a priori material adalah kumpulan benda pikir. Benda pikir tersebut misalnya dua, tiga, empat, kubus, istri, dan lain-lain.
- A priori formal adalah aturan didalam pikir.
- A priori normatif adalah a priori.
- A priori spiritual adalah takdir, maksudnya kita bisa memikirkan takdir walaupun hal tersebut belum terjadi.
- Transenden material adalah bendanya para dewa. Yang dimaksud para dewa adalah dimensi yang berada diatasnya yang memiliki kuasa untuk mengatur yang ada dibawahnya, misalnya kakak dewa bagi adiknya, Bank adalah dewa bagi uang kita, dan lain sebagainya. Sehingga transenden material contohnya adalah hpmilik kakak merupakan transenden material bagi adiknya.
- Transenden formal adalah aturan para dewa.
- Transenden normatif adalah transenden.
- Transenden spiritual adalah malaikat.
- Relatifnya material adalah sifatnya material yang relatif, misalnya adalah lentur.
- Relatifnya formal adalah aturan yang longgar.
- Relatifnya normatif adalah relatif.
- Relatifnya spiritual adalah segala ciptaan Tuhan yang ada di bumi.
- Absolutnya material adalah tidak ada, karena tidak ada yang absolut di dunia ini.
- Absolutnya formal adalah ketentuan Tuhan.
- Absolutnya normatif adalah ilmu Tuhan.
- Absolutnya spiritual adalah kuasa Tuhan.
- Skeptisnya material adalah benda-benda yang bergerak yang belum menentukan posisinya.
- Skeptisnya formal adalah aturan yang belum jelas.
- Skeptisnya normatif adalah skeptis.
- Skeptisnya spiritual adalah setan. Dalam tingkatan spiritual hanya ada dua unsur, yaitu unsur malaikat dan unsur setan. Maka ragu-ragu terhadap Tuhan itu unsurnya adalah setan.
- Mitosnya material adalah benda-benda pusaka.
- Mitosnya normatif adalah mitos.
Dari uraian diatas dapat dikatakan
bahwa istilah-istilah dalam filsafat itu disesuaikan dalam dimensi ruang dan
waktu. Selanjutnya, kegiatan perkuliahan
dilanjutkan dengan tanya-jawab oleh mahasiswa dengan Prof.Marsigit. Berikut adalah
pertanyaan dan jawaban dari sesi tanya-jawab.
Saudara Elfrida menanyakan, “Bagaimana membangun filsafat
pada seseorang yang sebelumnya belum pernah mengenal filsafat? Bagaimana mengenalkan filsafat pada
seseorang yang tidak menempuh kuliah atau yang tidak mendapatkan materi
filsafat?”. Belajar
filsafat itu tergantung kepentingannya, maka bagi orang yang tidak kuliah untuk
apa dia belajar filsafat. Filsafat itu melekat pada hal yang lain-lain. Dengan
belajar filsafat, maka setidaknya kita mampu mengambil nilai-nilai yang
terkandung dalam filsafat, seperti kebijaksanaan, berpikir kritis, peduli akan
ruang dan waktu, dan lain sebagainya.
Saudara Mu’ahid menanyakan, “Apa yang dimaksud dengan
skeptisisme?”. Skeptis
adalah meragukan segala sesuatu. Sejarahnya, pada zaman Yunani ada tokoh yang
bernama Rene Descartes yang mengalami skeptis. Awal mulanya ia bermimpi, tetapi
mimpinya itu sangat nyata. Ia bermimpi berada di suatu tempat yang bersalju
putih, nyatanya di negeri yang bersalju seperti di Prancis salju yang ia lihat
sama persis dengan yang ada dimimpi. Hal tersebut mengakibatkan ia tidak mampu
membedakan antara dunia nyata dan mimpi.ia ingin mencari kepastian, maka semua
yang dilihat dan semua yang dipikirkan oleh Rene Descartes tidak dapat
dipercaya, termasuk Tuhan. Namun, pada akhirnya ia menemukan Tuhan dengan cara
tidak percaya terlebih dahulu. Pada akhirnya, ia menemukan kepastian bahwa
dirinya sedang bertanya. Jadi, Rene Descartes menyimpulkan bahwa jika seseorang
tidak berpikir maka orang tersebut dianggap tidak ada. itulah skpetis. Jika
skeptic dikombinasikan dengan positif, maka akan melahirkan metode saintifik.
Oleh karena metode saintifik diawali dari mengajukan pertanyaan dalam rangka
membuat hipotesis terhadap sesuatu, kemudian melakukan eksperimen, menalar, dan
yang terakhir adalah mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Saudara Deary Putriani menanyakan, “Apakah yang dimaksud
transenden?”. Transenden
adalah sifat yang berada diatasnya. Misalnya, dosen adalah transenden bagi
mahasiswa. Maksudnya mahasiswa mengetahui sedikit sifat-sifat dari dosen,
sedangkan mahasiswa mengetahui banyak tentang sifat-sifat mahasiswa. Contoh
lainnya adalah ayam dewanya cacing, maka sifat ayan transenden bagi cacing.
Saudara Ilma Rizki Nur A. menanyakan “Adakah aturan dalam
berfilsafat?”. Sejauh
ini, kita telah, sedang, dan akan berbicara mengenai tata cara berfilsafat.
Oleh karena tata cara berfilsafat tak berhingga banyaknya, maka kita bagaikan
anak ayam yang menginjak-injak lumbung padi.
Saudara Rita Suryani menanyakan, “Apa pentingnya calon
pendidik belajar filsafat?”. Dengan belajar filsafat, calon pendidik setidaknya dapat
memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai filsafat dalam diri pribadinya
dalam rangka menghadapi siswa. Salah satu aliran filsafat yang penting dipahami
bagi calon pendidik adalah falibisme. Dengan adanya filsafat fallibism
menyadarkan kita bahwa siswa menjawab salah itu adalah benar. Maksudnya adalah
salahnya siswa menjawab itu adalah benar jika ia belum mendapatkan pengalaman
belajar. Oleh karena itu, dengan adanya fallibism calon pendidik dapat
menyadari dan memaklumi bahwa siswa menjawab salah itu benar.
Saudara Latifatul Karimah menanyakan, “Nilai kebenaran dalam
filsafat itu ditentukan dari mana?”. Nilai kebenaran dalam filsafat ditentukan dari apa yang ada
dan mungkin ada dalam dimensi ruang dan waktu. Misalnya, kebenaran diriku
adalah subjektif, kebenaran kita adalah objektif, kebenaran didalam pikiran
adalah ideal, kebenaran diluar pikiran adalah realis, kebenaran Tuhan adalah
absolut, kebenaran dunia adalah relatif, kebenaran skeptic adalah diragukan,
kebenaran pikiran adalah konsisten/koheren, kebenaran persepsi adalah
korespondensi, kebenaran para dewa adalah para logos, kebenaran para daksa
adalah faktanya, kebenaran subjek adalah predikat, kebenaran kapital adalah
modal, kebenaran utilitarian adalah asas manfaat, kebenaran spiritual adalah
firman Tuhan, dan lain sebagainya.
Saudara Anggara Ari Mustafa menanyakan, “Apakah filsafatnya
dari 0 ( angka nol
)?”. Filsafat dari nol adalah nihilism,
yang artinya ketiadaan. Dalam aliran filsafat tersebut, pada akhirnya manusia
itu mengalami ketiadaan (hampa). Jika agama dikombinasikan dengan psikologi
maka tiadalah tujuan hidup manusia selain agar hidup bahagia. Bahagia dengan
tidak ada nafsu, tidak ada amarah, tidak ada cita-cita, maka dalam rangka
ketiadaan itu kita bisa menuju nirwana.
Saudara Winda Dwi Astuti menanykan, “Apakah yang dimaksud
dengan teleologi
dalam ruang dan waktu?”. Tokoh
filsafat yang membicarakan mengenai masa depan adalah Immanuel Kant dengan
bukunya yang berjudul “Teleology”. Dari teori Immanuel Kant dapat dikatakan
bahwa masa depan bisa diproyeksikan dari zaman sekarang.
Saudara Tangguh Yudha Pamungkas menanyakan “Apa hubungan
antara filsafat dengan Tuhan?”. Pada hakikatnya, filsafat adalah pikiran dan agama adalah
hati. Tidak semuanya yang ada di dunia ini bisa dan akan selesai untuk
didefinisikan. Misalnya definisi cinta dari suami kepada istrinya.
Sehebat-hebat pikiran manusia tidak akan mampu mengetahui relung-relung
hatinya. Setinggi-tinggi manusia tidak akan mampu mengetahui takdir tuhan.
Dunia ini berstruktur dan bersinergis, maka janganlah kita menyombongkan diri
untuk mengetahui segalah rahasia Tuhan.
Belajar filsafat laboratoriumnya
adalah pikiran, maka janganlah berhenti untuk berpikir dalam mencari ilmu
sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan.
- Label: Filsafat, Matematika, Materi Kuliah, Pendidikan, Refleksi
- (0) Comments
Label:
Filsafat,
Matematika,
Materi Kuliah,
Pendidikan,
Refleksi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar